Jangan Menyalahkan Anak
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Jangan Menyalahkan Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mendidik Anak Tanpa Amarah. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 1 Rabi’ul Awwal 1444 H / 27 September 2022 M.
Jangan Menyalahkan Anak
Anak-anak tidak bisa dilepaskan dari mainan dan permainan, karena itu dunia mereka. Itu usia dimana seorang anak cenderung kepada aktivitas tersebut. Jadi tidak bijak orang tua yang melarang anaknya memiliki mainan dan bermain-main, serta memaksanya untuk belajar dengan porsi yang sangat ketat, hingga tidak ada waktu bermain bagi anak.
Anak berbeda dengan manusia yang sudah dewasa. Kadang-kadang anak disuruh belajar juga dia belum tahu dia belajar untuk apa. Maka supaya ada semangat untuk belajar juga, berikan porsi bermain untuk mereka. Terkadang ketika anak dicegah dari bermain -padahal fitrahnya bermain- dia tidak fokus pada pelajarannya. Hal ini karena kebutuhan mainnya tidak terpenuhi. Maka perlu kita beri hak mereka dalam di dalam bab ini.
Demikian pula kita sudah jelaskan sebelumnya bahwa jangan suka mencela anak atas kesalahan yang mereka lakukan. Karena tugas kita bukan mencela, akan tetapi membimbing. Ada nasihat yang penuh hikmah dari Abu Hamid Al-Ghazali, ia mengatakan: “Jjangan sering mencela anak, karena ia akan menganggap remeh ketika mendengar celaan, dan dia tetap melakukan kesalahan. Dan nasihat itu tidak lagi menyentuh hatinya.”
Celaan kita itu tidak menghentikannya dari berbuat salah. Karena anak itu memang identik dengan salah. Anak sama dengan salah. Karena kekurangan-kekurangan yang memang ada pada mereka. Kalau setiap kesalahan anak kita timpali dengan celaan, maka masalahnya tidak selesai, mereka tidak berhenti buat salah. Sementara mereka tidak lagi terpengaruh dengan celaan. Dan nasihat apapun tidak lagi menyentuh hatinya.
Kita sering dengar orang tua yang mengeluh “anak saya makin dilarang makin menjadi, makin disuruh makin malas.” Maka dalam hal ini jangan tergesa-gesa nyalakan anak. Mungkin barangkali cara kita yang salah. Sebagian orang tua ada yang terlalu mengumbar perintah dan larangan kepada anaknya tanpa ada penjelasan mengapa ia diperintahkan dan dilarang. Ia berkata kepada anaknya: “Jangan begini, jangan begitu,” tanpa penjelasan.
Hendaklah orang tua mendahulukan pendekatan yang lebih persuasif. Yaitu dengan menggunakan kata-kata yang bersifat informatif dan menghindari kata-kata yang bersifat instruktif. Tentu akan lebih membekas pada jiwa anak apabila kita mengatakan kepadanya kata-kata informatif (yang berisi ilmu). Intinya adalah sebuah instruksi, tanpa sadar anak akan mengerti dan segera melakukan apa yang kita kehendaki. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan contoh yang baik kepada kita. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, bahwa Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengambil sebiji kurma dari harta zakat dan memakannya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang mengeluarkan kurma itu dari mulutnya dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Kemudian Nabi berkata kepada Al-Hasan:
أما شعَرْتَ أنَّا لا نأكُلُ الصدقةَ
“Tidakkah kamu tahu bahwa kita (keluarga Muhammad) tidak boleh memakan harta zakat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi menerima sedekah, tapi tidak menerima zakat. Maka Al-Hasan yang saat itu masih kecil mengerti mengapa perbuatannya salah. Yaitu karena kurma yang dimakannya itu kurma zakat, dan beliau termasuk ahli bait yang tidak boleh menerima harta zakat. Maka sabda Nabi tadi merupakan bentuk informasi/ilmu yang disampaikan Nabi kepada Al-Hasan. Pelajaran ini ternyata begitu membekas pada jiwa Al-Hasan sehingga terus diingatnya sampai dia dewasa.
Pelajaran yang bisa kita petik dari riwayat Abu Hurairah tadi adalah jangan hanya bisa melarang dan menyuruh anak tanpa bisa menjelaskan sebabnya. Jelaskanlah sebabnya kepada si anak, walaupun dengan penjelasan yang singkat dan sederhana. Anak itu akan belajar dan merekamnya. Dan dia tahu kenapa tidak boleh begini dan begitu, kenapa harus begitu dan begitu. Sehingga anak itu belajar. Karena dia adalah seorang anak manusia yang diberi Allah akal. Walaupun belum sempurna tapi dia bisa merekamnya.
Begitulah anak, dia merekam saja. Mungkin beberapa waktu kemudian, rekaman itu baru dia pahami. Dulu saya dilarang ini karena ini, ayah dan ibu saya berbicara begini. Jadi yang dia dapatkan dari orang tuanya bukan hanya bentuk perintah dan larangan.
Ketika anak tahu alasannya, maka tentunya ini akan lebih membekas pada dirinya. Dikemudian hari walaupun tidak ada lagi orang tua di situ, dia akan meninggalkan apa yang kita larang dan mengerjakan apa yang kita perintahkan. Karena dia tahu kalau dia melakukan itu maka hasilnya begini dan begitu.
Maka dari itu sampaikanlah alasan di setiap perintah dan larangan yang kita berikan kepadanya. Walaupun penjelasan itu penjelasan yang sederhana, sesuai dengan tingkatan usianya. Terkadang ada sebagian anak meresponnya. Ketika kita larang dan kita jelaskan, maka dia akan bertanya lagi. Muncul rasa ingin tahunya. Apabila dia mendapatkan jawaban yang memuaskan, maka dia melakukannya bukan karena ada orang tua. Tapi dia mengerti, “Saya lakukan ini karena hasilnya begini.” Manusia belajar, termasuk anak-anak kita, dia juga belajar.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52171-jangan-menyalahkan-anak/